Jakarta, CNN Indonesia — Ketua Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin memastikan bahwa Hujan Meteor Quadrantids akan terjadi di Indonesia pada dini hari nanti (3/1).
“Hujan meteor sendiri sesungguhnya adalah debu-debu sisa komet yang berpapasan dengan Bumi,” terang Ketua LAPAN, Djamaluddin, saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon pada Selasa (2/1).
“Ketika debu-debu itu memasuki atmosfer Bumi pada ketinggian 70-100 km, debu-debu tersebut terbakar lalu habis,” tambahnya.
Hujan meteor ini akan terlihat di seluruh wilayah Indonesia mulai pukukl 02.00 WIB dini hari sampai subuh. Syaratnya, cuaca cerah, tidak terganggu polusi cahaya (dari lampu di sekitar), dan tidak ada penghalang (gedung/pohon) ke arah langit Utara.
Asal Muasal Quadrantids
Hujan meteor Quandrantids tak semenarik hujan meteor lain seperti Geminids atau Orionids. Sebab, hujan meteor yang satu ini kalah terang ketimbang dua hujan lainnya.
Para pengamat langit seringkali kelewatan momen hujan Quadrantids ini. Meski terkadang mereka bisa juga sangat jelas terlihat di langit dalam bentuk bola api dengan ekor yang sangat besar dan jelas.
Ketika kebanyakan hujan meteor berasal dari sisa komet, Quadrantid diproduksi oleh asteroid 2003 EH1 yang oleh para astronom kadang disebut “komet batu”.
Asteroid ini baru ditemukan pada 2003 oleh astronom Peter Jenniskens ini berdiameter sekitar 2 kilometer. Beberapa astronom percaya bahwa 2003 EH1 adalah sisa komet C / 1490 Y1 yang hilang dari sejarah.
Hujan meteor dari komet ini sebelumnya sangat menonjol. Bahkan masuk dalam catatan China pada tahun 1490.
Sejarah Quadrantids
Laporan pertama Quadrantids dibuat oleh Adolphe Quetelet. Ia mengamati hujan meteor pada tahun 1825 saat bekerja di Observatorium Brussels. Astronom lain di Amerika Serikat dan Eropa kemudian mencatat hujan ini di tahun-tahun berikutnya.
Pada saat itu, hujan meteor ini muncul berseri di rasi Quadrans Muralis. Rasi bintang ini ditemukan oleh astronom Prancis Jerome Lalande pada tahun 1795.
NASA menyebutkan bahwa Quadrantids dinamai menurut instrumen astronomi yang digunakan untuk mengamati dan merencanakan bintang. Quadrans Muralis terletak di antara konstelasi Draco dan Boötes, di dekat Big Dipper.
Pada tahun 1922, International Astronomical Union membentuk daftar konstelasi modern. Sayangnya, para astronom kemudian memutuskan untuk tidak memasukkan Quadrans Muralis dalam daftar itu.
Beberapa astronom menyarankan agar hujan meteor ini disebut Boötids karena dia bersinar di rasi Boötes. Namun, sudah ada hujan meteor yang terjadi pada akhir Juni di belahan bumi bagian selatan yang menggunakan nama itu, demikian disebutkan Space.com. (eks)